Serdadu Kumbang
Written By Unknown on Kamis, 30 Juni 2011 | Kamis, Juni 30, 2011
Judul dan poster film ini menggelitik saya untuk melangkahkan kaki ke bioskop, mengharapkan hiburan selama 90 menit. Seperti beberapa film Alenia sebelumnya, Serdadu Kumbang mengeksplorasi dunia anak-anak dengan setting salah satu daerah cantik negeri ini.
Dibuka dengan adegan latihan balapan kuda yang ditunggangi 2 orang joki kecil, harapan saya langsung melambung ingin menyaksikan serunya pacuan kuda dan pergelutan si joki cilik dalam memenangkan sebuah balapan. Namun jauh panggang dari api, nyaris sepanjang film kami dicekoki ceramah pendidikan dan betapa bobroknya sistem pendidikan di Indonesia. Kisah si joki kecil hanyalah entry poin yang tidak diolah lebih dalam. Sayang sekali.
Ari Sihasale sang sutradara dengan cerdik mengolah keelokan pemandangan alam desa Mantar di Taliwang, Nusa Tenggara Barat dan menjalinnya dengan kisah pergelutan warga desa demi pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak mereka.
Sayangnya, film ini jadi berpanjang-panjang ceramah tentang pendidikan dan ‘curhat’ soal betapa bobroknya hal ini. Adegan papin (kakek) yang seorang ustad bercerita dikerubungi anak-anak kecil juga terlalu lama dan terlalu sering diulang. Padahal media visual film lebih tepat untuk menunjukkannya dengan gambar ketimbang menceritakannya secara verbal.
Bosan juga mendengarkan curhat pendidikan dan ceramah akhlak sepanjang film. Bisa ditebak, beberapa anak usia SD yang nonton di bioskop siang itu tampak bosan. Mereka asik ngobrol, malah ada yang berjalan mondar-mandir menghitung kursi bioskop.
Layar film mulai menarik lagi ketika adegan ayahnya Amek, sang bocah yang menjadi tokoh utama, pulang kampung dari Malaysia. Sang aktor sangat pas membawakan perannya sebagai pria desa yang berlagak sukses dari perantauan. Secara umum casting film ini bagus. Semua tampak pas dan melakoni perannya dengan apik, terutama Ame dan dua sahabat kecilnya. Hanya Lukman Sardi relatif yang datar saja.
Satu hal yang mengganjal. This movie doesn’t do its characters justice. Minun, siswi SMP yang cerdas, rajin belajar, juara kelas dan digadang-gadang gurunya akan mendapat beasiswa, malah berakhir dengan mati mengenaskan setelah dinyatakan tidak lulus ujian akhir. Apakah ini secara tidak langsung hendak menyampaikan pada penonton belianya, bahwa segitu bobroknya sistem pendidikan Indonesia sehingga nggak penting lagi deh rajin belajar dan berusaha keras?
sumber :http://bicarafilm.com/
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komen lagi ya brow dan kritik sarannya