Sekularisme atau sekulerisme dalam penggunaan masa kini secara
garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau
badan harus berdiri terpisah dari agama ataukepercayaan.
Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan
kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah
kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu.
Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas
dan penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang
dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh
keagamaan.
Tujuan dan argumen yang mendukung sekularisme beragam.
dalam Laisisme Eropa, di usulkan bahwa sekularisme
adalah gerakan menuju modernisasi dan menjauh dari nilai-nilai keagamaan
tradisional. Tipe sekularisme ini, pada tingkat sosial dan filsafats seringkali
terjadi selagi masih memelihara gereja negara yang resmi, atau dukungan kenegaraan
lainnya terhadap agama.
Sekularisme dalam kehidupan bernegara
Dalam istilah politik, sekularisme
adalah pergerakan menuju pemisahan antara agama dan pemerintahan. Hal ini dapat
berupa hal seperti mengurangi keterikatan antara pemerintahan dan agama
negara, mengantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil, dan menghilangkan
pembedaan yang tidak adil dengan dasar agama. Hal ini dikatakan menunjang
demokrasi dengan melindungi hak-hak kalangan beragama minoritas.
Sekularisme, seringkali di kaitkan dengan Era
Pencerahan di Eropa, dan
memainkan peranan utama dalam perdaban barat. Prinsip
utama Pemisahan gereja
dan negara di Amerika
Serikat, danLaisisme di Perancis,
didasarkan dari sekularisme.
Kebanyakan agama menerima hukum-hukum utama dari
masyarakat yang demokratis namun mungkin masih akan mencoba untuk mempengaruhi
keputusan politik, meraih sebuah keistimewaan khusus atau. Aliran agama yang
lebih fundamentalis menentang sekularisme. Penentangan yang paling kentara
muncul dari Kristen Fundamentalis dan juga Islam Fundamentalis. Pada saat yang
sama dukungan akan sekularisme datang dari minoritas keagamaan yang memandang
sekularisme politik dalam pemerintahan sebagai hal yang penting untuk menjaga
persamaan hak.
Negara-negara yang umumnya dikenal sebagai sekular
diantaranya adalah Kanada, India, Perancis, Turki, dan Korea
Selatan, walaupun tidak ada dari negara ini yang bentuk pemerintahannya
sama satu dengan yang lainnya.
Masyarakat Sekular
Dalam kajian keagamaan, masyarakat
dunia barat pada umumnya di anggap sebagai sekular. Hal ini di karenakan kebebasan beragama yang hampir penuh tanpa sangsi legal
atau sosial, dan juga karena kepercayaan umum bahwa agama tidak menentukan
keputusan politis. Tentu saja, pandangan moral yang muncul dari tradisi kegamaan
tetap penting di dalam sebagian dari negara-negara ini.
Sekularisme juga dapat berarti ideologi sosial. Di sini
kepercayaan keagamaan atau supranatural tidak dianggap sebagai kunci penting
dalam memahami dunia, dan oleh karena itu di pisahkan dari masalah-masalah
pemerintahan dan pengambilan keputusan.
Sekularisme tidak dengan sendirinya adalah Ateisme, banyak
para Sekularis adalah seorang yang religius dan para Ateis yang menerima pengaruh
dari agama dalam pemerintahan atau masyarakat. Sekularime adalah komponen
penting dalam ideologi Humanisme Sekular.
Beberapa masyarakat menjadi semakin sekular secara
alamiah sebagai akibat dari proses sosial alih-alih karena pengaruh gerakan
sekular, hal seperti ini dikenal sebagai Sekularisasi
Ilmu Dalam Islam
Islam adalah agama yang mengutamakan sebuah ilmu, dalam islam
diwajibkan bagi setiap seorang muslim untuk menuntut ilmu kewajiban itu
ditujukan oleh individu setiap orang. Didalam hadist nabi bersabda:
طلب العلم فريضة علي كل مسلم (رواه ابن ماجه)
Hal ini juga juga dapat dilihat pada ayat pertama surat al alaq :
اقرا باسم ربك الذي خلق
(العلق: 1)
Sedangkan Nabi adalah
orang yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis), makna iqra' diatas
adalah baca dan bacakanlah, pelajari dan ajarkanlah. Para mufassirin termashur
menjawab (bahwa yang harus dibaca) ialah:
1.
Al-Qur'an (Ibnu 'Abas,
Al-Qurtubi)
2.
Ma
yuha
ilaika : apa yang diwahyukan kepadamu (Al-Qosimi, Al-Hanafi, Al-Andalusi dan Al-Jamal)
yuha
ilaika : apa yang diwahyukan kepadamu (Al-Qosimi, Al-Hanafi, Al-Andalusi dan Al-Jamal)
3.
Ma yutla
amama-ka : apa yang ditilawatkan di depanmu, dan menyimak apa-apa yang telah ditilawatkan itu.
amama-ka : apa yang ditilawatkan di depanmu, dan menyimak apa-apa yang telah ditilawatkan itu.
4.
Ma
unzila
ilaika
minal
Qur'an : apa-apa yang telah dinuzulkan kepadamu dari al-Qur'an (Al-Qurtubi)
unzila
ilaika
minal
Qur'an : apa-apa yang telah dinuzulkan kepadamu dari al-Qur'an (Al-Qurtubi)
Selain belajar ilmu-ilmu yang termaktub dalam Al-Quran dan
Al-Hadist atau biasanya disebut ayat qouliyah (akan
menghasilkan ilmu-ilmu agama seperti Fiqih, Ilmu tafsir, Akhlak, Taswuf dan
lain-lain) seorang muslim juga dianjurkan mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat kauniyah (kejadian-kejadian
alam maupun yang lainnya, dan akan menghasilkan ilmu-ilmu seperti ilmu
atronomi, ilmu bumi, ilmu sosial). Selain itu dalam Al-Qur'an Allah berfirman
bahwa derajat orang yang berilmu sangat tinggi melebihi seorang 'abid (orang
ahli yang beribadah). Dalam Fathul Barri disebutkan bahwa: Allah meninggikan
derajat orang mu'min yang 'alim dari pada orang mu'min yang
tidak'alim,
meninggikan
derajat disini menunjukkan kepada Al-Fadlu.
meninggikan
derajat disini menunjukkan kepada Al-Fadlu.
Keutamaan disini
dimaksud bahwa orang yang beribadah dengan ilmu dengan orang yang beribadah
tanpa tahu ilmunya akan berbeda nilainya dari segi pahala yang diperoleh. Allah
berfirman dalam surat al maidah ayat 11:
يرفع الله الذين امنوا
منكم والذين اوتوا العلم درجات (المجادله11)
Yang artinya: Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.
Setelah itu pada ayat
ke 4-5 pada surat al alaq:
الذي علم بالقلم , علم
الانسان مالم يعلم
Disamping lidah untuk membaca, Tuhan pun mentakdirkan pula bahwa dengan pena Ilmu dapat dicatat, dapat pula diartikan dengan sarana dan usaha. Dari ayat diatas kita dapat menjelaskan dua cara yang ditempuh oleh Allah SWT. Dalam mengajarkan manusia, pertama melalui pena (tulisan) yang harus dibaca Oleh manusia dan yang kedua melalui pengajaran secara langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan Ilmu ladunni.
Allah melengkapi
manusia dengan pendengaran, penglihatan, akal dan hati. Jadi Ilmu dapat
diperoleh dengan pendengaran penglihatan kemudian diproses dalam fikiran
sedangkan hati untuk menimbang apakah ilmu itu dapat mendekatkan diri pada
Allah atau bahkan menjauhkan.
Dalam pendidikan Islam
dapat dibuktikan bahwa perintah Al-Qur'an dan Hadist tentang menuntut ilmu
tidaklah terbatas pada ajaran-ajaran syari'ah tertentu, tetapi
juga mencakup setiap ilmu yang berguna bagi manusia bagi manusia. Untuk
melakukan hal itu, harus ditunjukkan dan didefinisikan kewajiban tujuan seorang
muslim dalam kehidupan di dunia ini. Allah melalui kitabNya Al-Qur'an telah
menegaskan bahwa semuanya akan kembali kepada pencipta. Dengan demikian tujuan
manusia adalah mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh ridho-Nya. Segala
sesuatu yang mendekatkan kepada Tuhan dan petunjuk-petunjuk pada arah tersebut
adalah terpuji. Ilmu hanya berguna jika dijadikan alat untuk medekatkan kepada
Allah, jika tidak, maka ilmu akan menjadi penghalang besar.
Jadi tujuan yang
sebenarnya adalah bahwa Ilmu itu untuk medekatkan diri pada Allah, contohnya
melalui ilmu tentang bumi (bagimana langit diciptakan) membuat kita semakin
menambah keimanan kita pada Allah.
Al-Qur'an menjelaskan
bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini adalah sebagai kholifah. Untuk melaksanakan
fungsi ini Allah SWT membekali manusia dengan seperangkat potensi dalam artian
berkemampuan menciptakan sesuatu yang berguna untuk dirinya, masyarakat dan
lingkungannya.
Manusia diciptakan
oleh Allah untuk mejadi kholifah (wakil Allah) maka Allah melengkapi manusia
dengan fikiran, berbeda dengan malaikat yang tidak mempunyai nafsu dan tidak
diberi kemampuan (tentang ilmu). Hal ini dapat dilihat pada surat al-Baqarah
ayat 31-32. "Dia (Allah) mengajarkan pada Nabi adam nama-nama (bend-benda)
semuanya. Kemudian dia mengemukannya kepada para malaikat seraya berfirman,
sebutkanlah, "Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika
memang-orang-orang yang benar (menurut dugaanmu)." Mereka (para malaikat)
menjawab, "Maha suci Allah tiada pengetahuan kecuali yang telah engkau
ajarkan. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Ayat diatas menjukkan
bahwa Allah menunjuk manusia sebagai kholifah yang berada di bumi (bukan dari
golongan jin, dan malaikat) jadi sebagai kholifah yang berada dibumui kewajiban
bagi manusia adalah berilmu.
Fungsi asasi hidup
manusia adalah kholifah (wakil atau deputy) Allah diatas alam ini untuk
menerjemahkan, mejabarkan (merealisasikan, mengimplementasikan, mengaplikasikan
dan mengaktualisasikan) sifat-sifat Allah yang serba maha itu dalam batas-batas
kemanusiaan.
Tujuan Pendidikan Dalam Islam
Islam
sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas,
individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan
kehidupan sosial yang bermoral.Sayangnya, sekalipun institusi-institusi
pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi
tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya,
visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang
beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Penekanan kepada pentingnya anak didik
supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti
terabaikan. Bahkan kondisi
sebaliknya yang terjadi.
Saat
ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang
memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan
individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan
profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan
dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. “Gelar”
dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal
yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti
ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang
tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai
individu-individu yang beradab.
Pendidikan
yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari
paradigma pendidikan Barat yang sekular. Dalam budaya Barat sekular, tingginya
pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan
individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum
Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi,
namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan
berbahagia. Masih ada kesenjangan
antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta
akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang
pragmatis.
Sebenarnya,
agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding
dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik
yang memiliki paradigma yang pragmatis.
Tujuan
utama pendidikan dalam Islam adalah mencari ridha Allah swt. Dengan pendidikan,
diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, bermoral, berkualitas,
sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan
ummat manusia secara keseluruhan. Disebabkan manusia merupakan fokus utama
pendidikan, maka seyogianyalah institusi-institusi pendidikan memfokuskan kepada
substansi kemanusiaan, membuat sistem yang mendukung kepada terbentuknya
manusia yang baik, yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan. Dalam pandangan
Islam, manusia bukan saja terdiri dari komponen fisik dan materi, namun terdiri
juga dari spiritual dan jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi pendidikan bukan
saja memproduksi anak didik yang akan memiliki kemakmuran materi, namun juga
yang lebih penting adalah melahirkan individu-individu yang memiliki diri yang
baik sehingga mereka akan menjadi manusia yang serta bermanfaat bagi ummat dan
mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Institusi pendidikan perlu mengarahkan anak
didik supaya mendisiplinkan akal dan jiwanya, memiliki akal yang pintar dan
sifat-sifat dan jiwa yang baik, melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan
benar, memiliki pengetahuan yang luas, yang akan menjaganya dari
kesalahan-kesalahan, serta memiliki hikmah dan keadilan.
Oleh
sebab itu juga, ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam institusi pendidikan
seyogianya dibangun di atas Wahyu yang membimbing kehidupan manusia. Kurikulum
yang ada perlu mencerminkan memiliki
integritas ilmu dan amal, fikr dan zikr, akal dan hati. Pandangan hidup Islam
perlu menjadi paradigma anak didik dalam memandang kehidupan.
Dalam
Islam, Realitas dan Kebenaran
bukanlah semata-mata
fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan manusia dalam sejarah, sosial,
politik dan budaya sebagaimana yang ada dalam konsep Barat sekular mengenai
dunia, yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat. Realitas dan kebenaran
didasarkan kepada dunia yang nampak dan tidak nampak; mencakup dunia dan
akhirat, yang aspek dunia harus dikaitkan dengan aspek akhirat, dan aspek
akhirat memiliki signifikansi yang terakhir dan final. (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena
to the Metaphysics of Islam).
Jadi,
institusi pendidikan Islam perlu mengisoliir pandangan hidup sekular-liberal
yang tersurat dan tersirat dalam setiap disiplin ilmu pengetahuan modern saat
ini, dan sekaligus memasukkan unsur-unsur Islam setiap bidang dari ilmu
pengetahuan saat ini yang relevant. Dengan perubahan-perubahan kurikulum,
lingkungan belajar yang agamis, kemantapan visi, misi dan tujuan pendidikan
dalam Islam, maka institusi-institusi pendidikan Islam akan membebaskan manusia
dari kehidupan sekular menuju kehidupan yang berlandaskan kepada ajaran Islam. Institusi–institusi
pendidikan sepatutnya melahirkan
individu-individu yang baik, memiliki budi pekerti, nilai-nilai luhur dan
mulia, yang dengan ikhlas menyadari tanggung-jawabnya terhadap Tuhannya,
serta memahami dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada dirinya dan
yang lain dalam masyarakatnya, dan berupaya terus-menerus untuk mengembangkan
setiap aspek dari dirinya menuju kemajuan sebagai manusia yang beradab.
Pengaruh Mamluk
Kekhalifahan
Abbasiyah adalah yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara budak yang
disebut Mamluk pada abad ke-9. Dibentuk oleh Al-Ma'mun, tentara-tentara budak ini
didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga
banyak diisi oleh bangsa Berber dari Afrika Utara dan Slav dari Eropa Timur. Ini adalah suatu inovasi sebab
sebelumnya yang digunakan adalah tentara bayaran dari Turki.
Bagaimanapun
tentara Mamluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena
berbagai kondisi yang ada di umat muslim saat itu pada akhirnya kekhalifahan ini
hanya menjadi simbol dan bahkan tentara Mamluk ini, yang kemudian dikenal
dengan Bani Mamalik berhasil berkuasa, yang pada mulanya
mengambil inisiatif merebut kekuasaan kerajaan Ayyubiyyah yang pada masa itu
merupakan kepanjangan tangan dari khilafah Bani Abbas, hal ini disebabkan
karena para penguasa Ayyubiyyah waktu itu kurang tegas dalam memimpin kerajaan.
Bani Mamalik ini mendirikan kesultanan sendiri di Mesir dan
memindahkan ibu kota dari Baghdad ke Cairo setelah
berbagai serangan dari tentara tartar dan kehancuran Baghdad sendiri setelah
serangan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Walaupun berkuasa Bani Mamalik
tetap menyatakan diri berada di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan, dimana
khalifah Abbasiyyah tetap sebagai kepala negara.
Pengaruh Bani Buwaih
Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun
adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan jabatan
tetap dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan
keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi, sedangkan kekusaan
dapat didirikan di pusat maupun daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam
bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Diantara faktor lain yang
menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di
pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada
pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada
pemerintahan Abbasiyah berbeda dengan yang terjadi sebelumnya.
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering
terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya,
seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak
berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khilafah dari tangan Bani Abbas.
Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaannya dengan membiarkan jabatan khalifah
tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah dianggap
sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi.
Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh dari
pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki berhasil
merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak
bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah
sesuai dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan berada di tangan
orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334-447 H/l055 M),
daulah Abbasiyah berada di bawah pengaruh kekuasaan Bani Buwaih yang berpaham
Syi'ah.
Pengaruh Bani Seljuk
Setelah jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Bani Seljuk atau
Salajiqah Al-Kubro (Seljuk Agung), posisi dan kedudukan khalifah Abbasiyah
sedikit lebih baik, paling tidak kewibawaannya dalam bidang agama dikembalikan
bahkan mereka terus menjaga keutuhan dan keamanan untuk membendung faham Syi'ah
dan mengembangkan manhaj Sunni yang dianut oleh mereka.
Kemunduran
Faktor-faktor penting yang
menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini, sehingga banyak daerah
memerdekakan diri, adalah:
1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara
komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat
saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat
rendah.
2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan
untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun,
khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak keBaghdad.
KEPENTINGAN ULAMA DAN ILMU PENGETAHUAN
Semenjak kebelakangan ini kedengaran suara-suara sumbang dari pelbagai pihak yang cuba untuk menidakkan keilmuan dan keagungan para ulama Islam. Ada di antara mereka ini berkata para ulama bukannya maksum seperti Rasulullah S.A.W. Jadi tidak perlulah untuk mengikut tunjuk ajar dari para ulama ini untuk memahami dan menjalani urusan agama Islam. Boleh sahaja untuk mengambil terus dalil-dalil daripada al-Quran al-Karim dan al-Hadis S.A.W. dengan kefahaman sendiri. Adakah tindakan dan pendapat seperti ini bertepatan dengan Islam itu sendiri?
Firman Allah Taala
bermaksud:
Maka hendaklah kamu
bertanya ahli zikir (ulama) seandainya kamu tidak mengetahuinya.
(Surah al-Nahl: ayat 43).
Sabda Rasulullah S.A.W. bermaksud:
Sesungguhnya ulama itu
adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka
hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambil (warisan ilmu) tersebut
ia telah mengambil habuan yang paling sempurna.
Perkataan ulama merupakan kata jamak dari kata dasar alim iaitu seseorang yang sangat berilmu pengetahuan. Secara umunya ulama Islam adalah orang yang menguasai dan mengamalkan ilmu-ilmu Allah Taala secara mendalam serta ikhlas dan mereka memiliki akhlak yang amat terpuji. Mereka mampu menyingkap dan memahami dalil-dalil dari al-Quran al-Karim dan al-Hadis S.A.W. dengan sempurna. Sedangkan jika hendak dibandingkan kefahaman masyarakat awam untuk memahami dalil-dalil sudah tentulah mereka tidak berupaya sama sekali seperti keupayaan para ulama ini dalam memahami dalil-dalil. Kita juga tidak menafikan kadang-kala para ulama tetap tersalah di dalam ijtihad mereka tetapi amatlah sedikit kesalahan mereka itu. Para ulama yang sebenar tidak akan mengeluarkan sesuatu hukum agama mengikut hawa nafsu mereka semata-mata kerana mereka adalah golongan yang paling takut kepada kepada Allah Taala.
Firman Allah Taala bermaksud:
Sesungguhnya yang takut
kepada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah ulama.
(Surah Faathir: Ayat 28).
Adalah sangat perlu dibezakan di antara mereka yang disebutkan sebagai ulama dan di antara mereka yang digolongkan sebagai penuntut-penuntut ilmu serta orang awam. Perbuatan bermudah-mudah dalam mengeluarkan sesuatu hukum-hakam agama berdasarkan dalil-dalil mengikut kefahaman akal fikiran sendiri oleh sebahagian masyarakat awam pada masa kini amatlah membimbangkan. Jika perkara seperti ini berterusan dari semasa ke semasa dan tidak dibendung dari sekarang ini maka sudah pastilah kesucian dan kemurnian syariat Islam itu akan tercemar. Memperkatakan sesuatu hukum tanpa ilmu pengetahuan yang cukup amatlah ditegah oleh Islam.
Firman Allah Taala bermaksud:
Dan (diharamkanNya) kamu
memperkatakan terhadap Allah sesuatu yang kamu tidak ketahui.
(Surah al-Aaraf: Ayat 33).
Islam sentiasa menggalakkan umatnya untuk menuntut ilmu dan bertanya sejak dari buaian hingga ke liang lahad. Bertanyakan hukum-hakam Islam dari para ulama bukanlah bermakna Islam melarang umatnya untuk terus berfikir dalam menyelesaikan sesuatu masalah. Namun perihal agama mestilah diserahkan kepada ahlinya (para ulama) di atas kelayakkan yang mereka perolehi itu. Kita juga disarankan agar terus belajar dan menuntut ilmu supaya suatu hari nanti kita bakal menjadi alim dan dapat membantu masyarakat Islam dalam menyelesaikan sebarang persoalan yang timbul. Kesimpulan kecil yang boleh kita katakan di sini ialah: Masyarakat awam yang tidak mempunyai ilmu yang cukup tidaklah dibenarkan sama sekali untuk mengeluarkan sesuatu hukum-hakam Islam sebelum dirujuk terlebih dahulu kepada para ulama yang boleh dipercayaai keilmuanya.
Sabda Rasulullah S.A.W. bermaksud:
Bukan termasuk umatku orang
yang tidak memuliakan orang dewasa kami, menyayangi anak kecil kami dan
menghormati ulama kami.
(Riwayat Ahmad).
Para ulama berperanan untuk membimbing dan mendidik masyarakat serta menasihati pemerintah sekiranya mereka tidak menjalankan amanah dan tugas seperti yang dikehendaki oleh Islam. Jika para ulama diam membisu dari menyampaikan ajaran Islam yang sebenar maka sudah pastilah sesebuah negara dan masyarakat Islam itu akan menjadi rosak binasa dan jauh dari rahmat Allah Taala. Mereka juga berperanan menyampaikan ilmu pengetahuan dan menjadi contoh tauladan yang terbaik kepada manusia. Ilmu pengetahuan yang mereka perolehi itu mestilah disampaikan agar sekalian manusia terus terbimbing untuk melakukan kebaikkan dan sentiasa mentaati perintah Allah Taala.
Sabda Rasulullah S.A.W. bermaksud:
Barangsiapa ditanya
mengenai sesuatu ilmu lalu disembunyikannya maka Allah akan mengekangnya nanti
dengan kekangan daripada api neraka pada Hari Kiamat kelak.
(Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi).
Masyarakat hendaklah sentiasa mendampingi para ulama untuk mengutip mutiara-mutiara ilmu dari mereka. Sekiranya timbul sebarang persoalan dan masalah yang berkaitan dengan Islam maka hendaklah terus untuk bertemu dan bertanya para ulama. Pihak pemerintah pula hendaklah memberikan kebebasan kepada para ulama untuk menyampaikan nasihat dan teguran membina berkaitan ajaran agama Islam. Pemerintah juga perlu meminta pandangan dari para ulama sekiranya mereka mempunyai sebarang masalah hukum-hakam yang tidak dapat diselesaikan. Insitusi ulama mestilah diletakkan di tempat yang sepatutnya bersesuaian dengan taraf mereka sebagai pewaris para nabi. Ulama juga mestilah bersedia untuk mendepani isu-isu globalisasi selaras dengan tuntutan semasa. Perkara ini amatlah perlu di ambil perhatian agar kehadiran dan kepentingan ulama tidak tertumpu kepada mengeluarkan hukum-hakam Islam semata-mata bahkan peranan ulama perlu diperluaskan lagi.
Bagi para pelajar dan mahasiswa/wi yang digolongkan sebagai penuntut ilmu maka janganlah sesekali membuang masa walaupun sedikit untuk terus menuntut ilmu pengetahuan sehingga ke akhir hayat. Ilmu pengetahuan berperanan untuk membantu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya kebenaran. Manfaatkanlah ruang dan masa yang ada untuk mendampingi para ilmuan samada di universiti-universiti mahupun di sekolah-sekolah. Kedudukan orang berilmu adalah lebih tinggi darjatnya dari orang yang tidak berilmu. Menuntut ilmu juga adalah salah satu jihad yang dituntut oleh agama Islam.
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komen lagi ya brow dan kritik sarannya