Home » » Ekstraksi

Ekstraksi

Written By Unknown on Minggu, 07 April 2013 | Minggu, April 07, 2013

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR – DASAR PROSES KIMIA III

“EKTRAKSI CAIR – CAIR”














Disusun oleh:

Kelompok    : II (Dua)
Anggota    : Sanredina   
                  Sukamin   
   

LABORATORIUM DASAR - DASAR PROSES
PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS RIAU
2012

Abstrak

Ekstraksi cair-cair merupakan proses pemisahan senyawa dari campurannya dengan menggunakan pelarut, yang mana pelarut yang digunakan dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan bahan lainnya. Tujuan percobaan ini adalah menentukan koefisien distribusi dan mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap koefisien distribusi sistem air – asam asetat – kloroform. Alat yang digunakan adalah corong pisah untuk memisahkan asam asetat dari kloroform dengan menggunakan pelarut air. Pada percobaan ini di lakukan dengan penambahan volume asam asetat sebanyak 30 ml , 40 ml, dan 50 ml. Pada penambahan asam asetat sebanyak 30 ml, 40 ml, dan 50 ml didapatkan  koefisien distribusi sebesar 2.91; 3.31; dan 2.51. Dari percobaan, semakin besar konsentrasi asam asetat pada campuran  maka semakin kecil koefisien distribusi. Sedangkan untuk penambahan asam asetat 50 ml koefisien distribusi memiliki nilai yang kecil dari penambahan asam asetat 40 ml, hal ini di sebabkan karena pengocokan pada erlenmeyer yang tidak sempurna walaupun sudah cukup lama sekitar 5 menit sehingga perpindahan massa yang terjadi tidak sempurna.












BAB I
PENDAHULUAN

Ekstraksi adalah salah satu proses pemisahan/pemurnian suatu senyawa dari campurannya dengan bantuan pelarut, pelarut yang digunakan harus dapat mengestrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material atau bahan lainnya.
Menurut Ladda (1976), ekstraksi cair-cair digunakan jika pemisahan dengan operasi lainnya tidak dapat tercapai seperti: distilasi, evaporasi, kristalisasi, dan lain-lain. Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan suatu komponen dari fasa cair ke fasa cair lainnya. Operasi ekstraksi cair-cair terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
    Kontak antara pelarut (solvent) dengan fasa cair yang mengandung komponen yang akan diambil (solute), kemudian solute akan berpindah dari fasa umpan (diluent) ke fasa pelarut.
    Pemisahan dua fasa yang tidak saling melarutkan yaitu fasa yang banyak mengandung pelarut disebut fasa ekstrak, dan fasa yang banyak mengandung umpan disebut fasa rafinat.

Untuk proses ekstraksi yang baik, pelarut harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
    Koefisien distribusi yang besar
    Selektivitas yang tinggi: Faktor ini diperlukan jika terdapat lebih dari satu zat terlarut, karena umumnya hanya diinginkan mengurangi satu zat terlarut saja.
    Mudah diregenerasi
    Kelarutan dalam larutan umpan rendah
    Perbedaan densitas dengan umpan yang cukup besar
    Tegangan antar muka menengah: Tegangan antar muka yang terlalu tinggi menyebabkan kesulitan pembentukan tetes (cairan), sedangkan tegangan antar muka yang terlalu rendah dapat menyebabkan terbentuknya emulsi.
    Mudah diperoleh dan harganya cukup murah
    Tidak korosif, tidak mudah terbakar, dan tidak beracun



Perpindahan Massa
Jika fasa yang tidak saling larut dikontakkan, maka dalam keadaan tertentu salah satu komponen akan dapat berpindah dari fasa yang satu ke fasa yang satu ke fasa yang lain. Peristiwa ini disebut perpindahan antar fasa.
Pada operasi ekstraksi, proses perpindahan massa dari fasa rafinat ke fasa ekstrak mengikuti mekanisme difusi antar fasa. Teori Dua Film dapat digunakan untuk menjelaskan mekanisme perpindahan massa solute (B) dari fasa umpan ke pelarut. Teori tersebut menjelaskan bahwa perpindahan massa B dimulai dari badan utama fasa cair pertama ke batas antar fasa dan perpindahan massa B dari batas antar fasa ke badan utama fasa cair kedua.
Bila fasa cair pertama atau fasa umpan disebut F (feed), fasa cair kedua disebut S (solvent), maka mekanisme perpindahan massa zat terlarut B (solute) dari fasa F ke fasa S dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
 
Gambar 1. Gradien konsentrasi yang terjadi antar fasa F dan fasa S

Laju perpindahan massa B dari fasa umpan (F) ke batas antar fasa dapat ditulis sebagai berikut :
NB = kF (CF – CFi¬)………………………………………………….…………….    (1)
Laju perpindahan massa B dari batas antar fasa ke fasa pelarut (S) adalah :
NB = ks (CSi – Cs¬)………………………………………………………..……….    (2)

Sedangkan konsentrasi pada batas antar fasa merupakan konsentrasi kesetimbangan dan mengikuti persamaan :
CSi = m CFi …………………………………………………………………..…..    (3)
Pada umumnya konsentrasi di batas antar fasa sulit diukur. Sebaliknya konsentrasi fasa umpan (F) dan fasa pelarut (S) mudah ditentukan. Oleh karena itu digunakan koefisien perpindahan massa total. Sehingga laju perpindahan massa B total arah Z adalah sebagai berikut :

Fasa F :     NB = kF . a (CF – CFi*)Z………………………………………….    (4)
Fasa S :     NB = ks . a (Cs* – Cs¬)Z………………………..………………….    (5)

Dimana :     Cs*= m . CF ………………………………………………….    (6)
        Cf*= ………………………………………………………    (7)
Jika persamaan (6) dan (7) didasarkan pada “Log-Mean Driving Force” dan masing-masing ruas dikalikan dengan luas penampang lintang, maka :
Fasa F :     NB . A = kF . a (ΔCF)Im .V…………………….……………….    (8)
Fasa S :     NB . A = ks . a (ΔCs¬)Im . V…………………………………….    (9)
Persamaan (8) dan (9) berlaku untuk ekstraktor cair-cair bentuk kolom aliran berlawanan arah. Skema ekstraktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Ekstraktor Bentuk Kolom Aliran Berlawanan Arah.

Neraca massa B di fasa F dapat ditulis sebagai berikut :
NB . A = LF . (CF2 – CF1¬)........................................………………………….    (10)

Neraca massa B di fasa S dapat ditulis sebagai berikut :
NB . A = LS . (CS2 – CS1¬)................………………………………………….    (11)

Dimana CS1 = 0 (CB di fasa S pada saat masuk kolom tidak ada)…………..    (12)
Jika persaam (12) dimasukan ke persamaan (11) maka akan diperoleh :
NB = LS . CS2 ………….................……………………………....…………….    (13)

“Log-Mean Driving Force” untuk fasa F adalah :
(ΔCf)Im= …………………………………………………………    (14)

dimana : ΔCF2 = (CF2 – C¬F2*) dan CF2* = CS1/m ………………………………    (15)
   ΔCF1 = (CF1 – C¬F1*) dan CF* = CS1/m ………………………………    (16)

Sedangkan “Log-Mean Driving Force” untuk fasa S adalah :
(ΔCS)Im= ………………………………………..……………    (17)
dimana : ΔCS2 = (CS2 – C¬S2*) dan CS2* = m.CF1 ………………………………    (18)
   ΔCS1 = (CS1 – C¬S1*) dan CS1* = m.CF2………………………………    (19)

Sehingga diperoleh koefisien perpindahan massa total untuk fasa F dengan mensubsitusikan persamaan (8) ke persamaan (10) dan susitusi persamaan (9) ke persamaan (11) untuk fasa S sebagai berikut :

Fasa F :     KF . a = ……………………………………………    (20)
Fasa S :     Ks . a = ………………………………………………..    (21)


BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN


2.1 Tujuan Percobaan
    Menentukan koefisien distribusi pada sistem Kloroform-asam asetat-air
    Mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap koefisien distribusi sistem kloroform-asam asetat-air

    2.2 Bahan dan Alat
2.2.1 Bahan yang digunakan:
    Asam Asetat
    Kloroform
    Aquadest
    NaOH 0.1 M
    Indikator pp

    Alat yang digunakan:
    Gelas ukur 100 ml
    Erlemeyer 250 ml sebanyak 2 buah
    Gelas kimia 50 ml
    Buret dan batang statif
    corong pemisah
    pipet tetes.







    Prosedur Percobaan
Menentukan koefisien distribusi dan Mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap  koefisien distribusi sistem kloroform-asam asetat-air
    Kloroform dan aquadest diambil masing-masing sebanyak 50 ml. Keduanya dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
    Dengan menggunakan pipet tetes, asam asetat diambil sebanyak 30 ml, kemudian dimasukkan ke dalam campuran kloroform-aquadest.
    Erlenmeyer ditutup, dan dikocok sempurna selama 5 menit
    Campuran yang berada pada erlenmeyer dipindahkan ke corong pisah. Campuran dibiarkan selama 5 menit dalam corong pisah sehingga didapatkan pemisahan sempurna, dimana bagian atas  terdapat fasa ekstrak (aquadest dan asam asetat) dan bagian bawah terdapat fasa rafinat (kloroform dan asam asetat).
    Lapisan Bawah (fasa rafinat) diambil sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes, dan dititrasi dengan NaOH 1 M.
    Lapisan atas (fasa ekstrak) diambil sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes, dan dititrasi dengan NaOH 1 M.
    langkah 1 – 6 diulangi dengan volume asam asetat 40 ml dan 50 ml.











LAMPIRAN

    Perhitungan Konsetrasi dan Koefisien distribusi pada saat penambahan asam asetat 30 ml pada campuran larutan

Konsentrasi Asam asetat pada fasa ekstrak (Y) :
            〖  V〗_1  x〖 M〗_1=V_2  x M_2                                   
              58.2 x 1=10 x M_2
                       M_2=58.2/10  =5.82 M

Konsentrasi Asam asetat pada fasa rafinat (X) :
            〖  V〗_1  x〖 M〗_1=V_2  x M_2                                   
              20 x 1=10 x M_2
                       M_2=20/10  =2 M

Koefisien Distribusi :
             K=  (Konsentrasi asam asetat pada fasa ekstrak)/(Konsentrasi asam asetat pada fasa rafinat)
             K = Y/X 
             K =  (5.82 M)/(2 M)  =2.91

    Perhitungan Konsetrasi dan Koefisien distribusi pada saat penambahan asam asetat 40 ml pada campuran larutan

Konsentrasi Asam asetat pada fasa ekstrak (Y) :
            〖  V〗_1  x〖 M〗_1=V_2  x M_2                                   
              71.4 x 1=10 x M_2
                       M_2=71.4/10  =7.14 M

Konsentrasi Asam asetat pada fasa rafinat (X) :
            〖  V〗_1  x〖 M〗_1=V_2  x M_2                                   
              21.6 x 1=10 x M_2
                       M_2=21.6/10  =2.16 M

Koefisien Distribusi :
             K=  (Konsentrasi asam asetat pada fasa ekstrak)/(Konsentrasi asam asetat pada fasa rafinat)
             K = Y/X 
             K =  (7.14 M)/(2.16 M)  =3.31

    Perhitungan Konsetrasi dan Koefisien distribusi pada saat penambahan asam asetat 50 ml pada campuran larutan
Konsentrasi Asam asetat pada fasa ekstrak (Y) :
            〖  V〗_1  x〖 M〗_1=V_2  x M_2                                   
              74 x 1=10 x M_2
                       M_2=74/10  =7.4 M

Konsentrasi Asam asetat pada fasa rafinat (X) :
            〖  V〗_1  x〖 M〗_1=V_2  x M_2                                   
              29.5 x 1=10 x M_2
                       M_2=29.5/10  =2.95 M

Koefisien Distribusi :
             K=  (Konsentrasi asam asetat pada fasa ekstrak)/(Konsentrasi asam asetat pada fasa rafinat)
             K = Y/X 
             K =  (7.4 M)/(2.95 M)  =2.51

    Pertanyaan
    Apakah yang terjadi jika laju alir dinaikkan?
Jika laju alir dinaikkan maka proses penyerapan tidak akan begitu banyak karena waktu kontak menjadi lebih singkat dan  air akan semakin cepat mengalir sehingga proses perpindahan massa tidak akan berjalan dengan sempurna.
    Adakah pengaruh laju alir terhadap terjadinya flooding?
Flooding adalah jumlah batas maksimum material yang masuk mengisi kolom. Semakin tinggi laju alir maka akan menyebabkan semakin cepat terjadi flooding.
















BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
    Pada percobaan ini dilakukan proses ekstraksi asam asetat dari kloroform dan air. Hasil percobaan dapat dilihat pada tabel 3.1.
Penambahan Asam Asetat (ml)    Volume Titran NaOH 0.1 M    Konsentrasi Asam Asetat dalam Lapisan Air (Y)    Konsentrasi Asam Asetat dalam Lapisan Organik (X)    K = Y/X
    Lapisan Bawah / Fasa Rafinat    Lapisan Atas / Fase Ekstrak           
                   
30    20    58.2    5.82    2    2.91
40    21.6    71.4    7.14    2.16    3.31
50    29.5    74    7.4    2.95    2.51
Tabel 3.1 Data hasil percobaan ekstraksi cair-cair pada sistem asam asetat – kloroform – air
3.2 Pembahasan
    Pada percobaan ini, kita dapat memisahkan asam asetat dari kloroform (diluent) dengan menggunakan pelarut (solvent) air. Ketiga komponen ini dicampurkan dan setelah dikocok, maka terbentuk 2 lapisan pada larutan tersebut di dalam corong pisah (Keenan, 1996). Lapisan atas disebut fasa ekstrak yang merupakan campuran air dan asam asetat, sedangkan lapisan bawah merupakan fasa rafinat yang merupakan campuran kloroform dan asam asetat.
    Densitas kloroform adalah 1,48 gr/cm-3, air 1 gr/cm-3, dan asam asetat 1,049 gr/cm-3. Berdasarkan densitas tersebut, dapat dilihat bahwa kloroform memiliki densitas yang lebih besar daripada air sehingga kloroform berada pada lapisan bawah corong pisah (Keenan, 1996).
Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa semakin besar volume asam asetat yang digunakan, maka semakin besar pula nilai konsentrasi asam asetat pada fasa ekstrak. Besarnya nilai konsentrasi asam asetat di dalam fasa ekstrak ini dibuktikan dengan banyaknya volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi.
Semakin besar konsentrasi asam asetat pada fase ekstrak, maka semakin besar koefisien distribusinya karena pertambahan volume asam asetat akan menyebabkan pertambahan konsentrasi asam asetat pada fase ekstrak pula, dan pertambahan konsentrasi asam asetat pada fase rafinat juga semakin banyak. Hal ini dibuktikan oleh praktikum yang kami lakukan. Namun, pada volume Asam Asetat 50 ml, Kloroform 50 ml dan aquadest 50 ml menunjukkan bahwa semakin  koefisien distribusinya semakin kecil. Hal ini disebabkan karena pengocokan pada erlenmeyer yang tidak sempurna walaupun sudah cukup lama sekitar 5 menit sehingga perpindahan massa yang terjadi tidak sempurna.
Nilai koefisien distribusi berubah sesuai dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla, 1990). Asam asetat dapat berikatan dengan air dan kloroform, namun kekuatan ikatannya berbeda. Air dan asam asetat dapat berikatan karena sama-sama bersifat polar, sedangkan asam asetat dapat berikatan dengan kloroform karena sama-sama senyawa organik. Air dan kloroform tidak dapat berikatan karena sifat keduanya yang berbeda, air bersifat polar, sedangkan kloroform bersifat nonpolar (Keenan, 1996).
Ikatan asam asetat dengan air lebih kuat daripada ikatan asam asetat dengan kloroform, karena ikatan asam asetat dan air didasarkan atas kepolaran keduanya. Hal inilah yang menyebabkan kelarutan asam asetat pada air lebih tinggi daripada kelarutan asam asetat pada kloroform. Dengan demikian konsentrasi asam asetat pada fasa ekstrak lebih besar daripada fasa rafinat.










DAFTAR PUSTAKA

http://annisanfushie.wordpress.com/2008/12/16/pemisahan-campuran-yang-tidak-saling-campur/
Diakses pada tanggal 9 Desember 2012

http://anzar27.blogspot.com/2011/01/laporan-fisik-sistem-terner.html
Diakses pada tanggal 9 Desember 2012

http://id.wikipedia.org/wiki/Air
Diakses pada tanggal 9 Desember 2012

http://id.wikipedia.org/wiki/Asam asetat
Diakses pada tanggal 9 Desember 2012

http://id.wikipedia.org/wiki/Kloroform
Diakses pada tanggal 9 Desember 2012

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/teknologi-proses/kolom-ekstraksi/

Laddha, G.S. and Degalesan, T.E. 1976, ”Transport Phenomena in Liquid Extraction,”
             Tata Mc Graw-Hill Publishing Co,Ltd.,New Delhi.

Keenan. 1996. Kimia Untuk Universitas. Erlangga: Jakarta

Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.









BAB IV
KESIMPULAN

    Koefisien distribusi yang diperoleh pada sistem air – kloroform dengan volume 30 ml asam asetat adalah 2.91, pada volume 40 ml asam asetat di dapatkan koefisien distibusinya adalah 3.31 dan pada volume 50 ml asam asetat di dapatkan koefisien distibusinya adalah 2.51.
    Semakin banyak volume asam asetat ditambahkan, maka semakin besar konsentrasi yang larut dam aquadest.






















 
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

jangan lupa komen lagi ya brow dan kritik sarannya

MyUpload.org"
MyUpload.org"
Pasang Iklan Di Sini

Website saya nilai
Rp 2.25 JutaCP:087893680267

Flag Counter
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Coretanku - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger