Home » » Menegakan dan Mengamalkan Kebenaran

Menegakan dan Mengamalkan Kebenaran

Written By Unknown on Senin, 06 Desember 2010 | Senin, Desember 06, 2010

Ada dua hal besar yang mencuat di bumi manusia pada akhir zaman ini. Yang pertama tentang bencana alam yang diperkirakan susul menyusul dengan skala besar dan lebih dahsyat. Yang kedua tulisan yang muncul di koran-koran tentang ucapan Asma binti Abu Bakar ketika memberi petunjuk kepada Abdullah bin Zuber, puteranya ketika menghadapi ancaman dalam peperangan yang kemudian ternyata memang dibunuh dan dipenggal kepalanya oleh Hajaj bin Yusuf, kemudian diberikan kepada penguasa Bani Umaiyah sebagai hadiah. Ucapan Asma binti Abu Bakar tersebut kemudian menjadi jargon atau slogan pembangkit militansi bagi mereka yang mengakunya Islam. Pembangkit militansi garis keras itu adalah : Isy kariman au mut syahidan. Hiduplah yang mulia atau matilah mati syahid.


Adalah garis keras yang sama sekali tidak peduli terhadap nilai-nilai mengadanya kebenaran Hak Mutlak-Nya Allah Swt. Menjadi pembangkit militansi nafsu manusia bagaimana supaya hidupnya di dunia mulia dengan kekuasaan, mukti wibawa dan kajen keringan. Dan apabila hal tersebut tidak bisa diperoleh, maka mati konyol antara lain dengan melakukan bom bunuh diri, menteror dan segala macamnya, harus dilakukan. Hal yang mereka kira matinya mati syahid.

Karena itu ucapan Asma binti Abu Bakar tersebut akan saya lengkapi dan saya sempurnakan dengan ungkapan yang sejalan dengan kehendak Allah. Searah dengan nilai-nilai mengadanya kebenaran Hak Mutlak-Nya Allah Swt. Yaitu: Isy kariman ’indallah wa mut syahidan. Bukan au mut syahidan.

Hamba yang dimuliakan dihadapan Allah adalah siapa yang paling bertaqwa kepada-Nya. Hamba demikian, dengan ditarik fadhal dan rahmat Allah, matinya dijadikan mati syahid. Sewaktu-waktu mati yang akan dirasakan adalah seyakinnya merasakan indahnya mati menyaksikan Ada dan Wujud-Nya Dzatullah Yang Al Ghayb. Kemudian dengan pertolongan Allah yang menyaksikan itu masuk (pulang kembali) kepada Diri-Nya Ilaahi. Fitrah jati dirinya kembali menyatu dengan tempat asalnya, yakni Fitrah-Nya Allah Swt. Sebagaimana maksud firman-Nya QS. Al Qomar ayat 54 dan 55: Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu (merasakan betapa indahnya, betapa bahagianya, betapa tentramnya berada) di taman-taman dan sungai-sungai (gambaran rasa yang sejuk dan damai) di dalam tempat yang benar di sisinya Dzat Yang menjadi Rajanya dan Berkuasa.

Allah Azza wa Jalla menurunkan kalimat dengan firman-Nya bagi hamba-Nya yang memohon kepada-Nya agar dimasukkan ke dalam orang-orang yang menjadi saksi mengenai Ada dan Wujud Diri-Nya Ilaahi Dzat Yang sangat dekat sekali lalu dengan selamat dan dengan rasa bahagia pulang kembali kepada-Nya, QS. Ali Imran ayat 53. Di dalam ayat tersebut Allah memberikan petunjuk bahwa supaya dijadikan orang-orang yang menjadi saksi harus beriman kepada apa yang telah Allah turunkan, kemudian telah menjadi pengikut (itba’) kepada rasul, barulah pantas memohon agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (yang seyakinnya merasakan nyata, jelas, dan pasti mengenai Ada dan Wujud-Nya Dzat Diri-Nya Yang Al-Ghayb dan mutlak Wujud-Nya itu).

Dan yang telah diturunkan Allah adalah al Kitab, al Hikmah dan an Nubuwah. Merupakan satu paket yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Apabila tiga hal satu paket yang telah diturunkan Allah ini diingkari, dikufuri, didustakan, oleh Allah pasti diserahkan kepada kaum yang sama sekali tidak akan mengingkari (QS. Al An’am: 89). Dan diperintahkan oleh Allah yang harus diimani adalah An Nur yang telah diturunkan (QS. At Taghabun: 8). An Nuur adalah Wajhullah = Fitratallah = Kalimatan Baqiyyatan = Al Ghayb = Intinya Wahyu = Tauhid (mengenai Ada dan Wujud satu-satuNya Dzat Yang Mutlak Wujud-Nya, dekat sekali di dalam rasa hati. Senantiasa menyertai dan meliputi hamba-Nya. Sangat mudah dan sangat indah selalu diingat-ingat dan dihayati. Tempat asal fitrah manusia atau benih gaib sucinya manusia dicipta oleh Allah dan tempat tujuan pulang kembali kepada-Nya). Adalah Ilmu-Nya Allah mengenai Ada dan Wujud Dzat-Nya. Dan hanya diperoleh dengan izin dan petunjuk-Nya dari yang berhak dan sah menunjuki. Dan inilah yang sangat ditentang dan dibenci habis-habisan oleh iblis. Sebab bagi iblis hamba Allah ini satu saja yang dijadikan selamat matinya (kembali kepada-Nya) sudah terlalu banyak. Penentangan iblis ini disokong oleh nafsu manusia yang wujudnya adalah wujudnya jiwa raga manusia yang dicipta Allah dari setetes mani akan tetapi ternyata menjadi penentang yang terang-terangan (terhadap kehendak Allah dan petunjuk-Nya). (QS. Yasin 77).

Karena itu kehendak Allah dan petunjuk-Nya untuk menjadikan hamba-Nya mulia disisi-Nya, dijadikan hamba yang bertaqwanya benar-benar bertaqwa kepada-Nya juga ditentang habis-habisan. Kitabullah yang tidak ada keraguan di dalamnya, yakin dan pasti mengenai Hak Mutlak-Nya yang nyata terasa di dalam rasa, ditentang, dimusuhi, didustakan, dan bahkan dibenci dengan kesombongan yang sengit.

Kitabullah yang tidak ada keraguan di dalamnya sebagai petunjuk kepada muttaqin. Dan muttakin itu adalah orang-orang yang beriman (seyakinnya mengetahui) Ada dan Wujud-Nya Dzatullah Yang Al-Ghayb supaya shalatnya berdiri dengan khusyuk. Supaya menyadari bahwa rezeki yang diperoleh dengan memeras keringat itu adalah milik-Nya Allah sehingga dengan rela dijadikan pancatan yang kokoh pulang kepada-Nya. Dijadikan oleh Allah beriman pula kepada yang telah Dia turunkan berupa al Kitab, al Hikmah, dan an Nubuwah serta Nuur (Nur Muhammad) sehingga dengan kehidupan akherat seyakinnya dapat dirasakan dengan jelas, nyata, gamblang dan terang meski masih berada di dunia, yakni mengingat-ingat dan menghayati Isi-Nya Huw, lalu ditetapkan Allah menjadi orang yang selalu memperoleh hidayah-Nya, menjadi bahagia sejati, beruntung dan menang (dapat mengalahkan nafsu dan watak akunya), sebagaimana maksud firman Allah dalam QS. Al Baqarah ayat 2 – 5, semua itu ditentang habis-habisan oleh iblis yang dengan sungguh-sungguh disokong oleh nafsu manusia dan watak akunya.

Hal besar yang sekarang sedang terjadi susul menyusul adalah berbagai bencana. Di dalam QS. Faathir ayat 42 dan 43. Bahwa terjadinya berbagai bencana berupa azab Allah yang susul menyusul, makin besar dan makin dahsat, adalah ”sunnatu al awwalin”. Sunnah Allah sebagaimana diturunkan Allah kepada umat-umat terdahulu berupa azab dan siksa dikarenakan mendustakan rasul dan ajarannya. Padahal mereka bersumpah dengan sekuat-kuat sumpah demi Allah apabila didatangkan seorang pemberi peringatan akan menjadi umat yang lebih baik dari umat-umat yang lain. Akan tetapi setelah benar-benar datang sang pemberi peringatan yang diharap-harap itu, tidak menambah apa-apa kecuali makin juahnya mereka dari kebenaran ajaran Allah dan rasul-Nya, karena kesombongan mereka di muka bumi dan karena rencana mereka yang jahat (dengan tuduhan mengada-ada yang seharusnya menurut mereka harus disingkirkan dan dihabisi). Yang mereka nanti-nanti tidak ada lain adalah sunnatu al awwalin.

Padahal berdasar petunjuk Allah dalam firman-Nya QS. Ar Ruum ayat 41, dinampakkannya kerusakan di atas bumi dan di atas lautan, disebabkan perbuatan tangan mereka (perbuatan yang diperintah nafsu dan watak akunya) agar dirasakan menjadi peringatan supaya mereka menjadi sadar untuk kembali (kepada Allah dan rasul-Nya). Dan ternyata dengan berbagai kerusakan yang dinampakkan tersebut tetap saja tidak terjadi perubahan besar-besaran tentang kesadarannya, tetap tidak peduli dengan mengadanya kebenaran Hak Mutlak-Nya Allah Swt, mati rasa, maka sunnatu al awwalin-lah yang terjadi. Pelenyapan terhadap semua yang batal, sebagaimana maksud firman Allah dalam QS. Faathir ayat 15, 16 dan 17.

Dan yang diselamatkan oleh Allah dari pelenyapan ini adalah mereka yang menegakkan dan mengamalkan Hak Mutlak-Nya Allah Swt. Yaitu mereka yang penuh kesadaran, bersungguh-sungguh melaksanakan Dawuh Guru dengan benar dan ikhlas.

Semoga kita semua selalu memperoleh berberan, sawab dan berkah pangestunya Wasithah. Amin.

Pondok Sufi, Tanjung, 9 Oktober 2009

Imam Gerakan Jamaah Lil-Muqorrobin,

KH. Muhammad Munawwar Afandi



Lampiran tentang keberadaan Rasul dan janji Allah yang tidak akan membiarkan orang-orang yang menegakkan dan mengamalkan kebenaran Hak Mutlak-Nya Allah seperti sekarang (bercampur aduk dengan yang buruk).

Rasul yang tidak akan pernah bakhil menunjukkan (Ada dan Wujud-Nya Dzatullah yang Al-Ghayb) dijelaskan Allah dalam firman-Nya QS Takwir: 24. Tetap mengada ditengah-tengah umat yang percaya kepada keberadaannya dan yang setia mematuhi perintah-perintahnya.

Dijelaskan Allah dalam QS. Ali Imran ayat 101 dan Al-Hujurat ayat 7.

         (QS. Ali Imran: 101)

Artinya: Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan rasul-Nya pun selalu berada di tengah-tengah kamu? 

 •     (Al-Hujarat: 7)

Artinya: Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya di tengah-tengah kalanganmu itu (ada) rasulullah...

Rasul yang diutus Allah mewakili Diri-Nya karena Al-Ghayb, sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 179: Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman (yang berimannya secara benar ma’rifatun wa tashdiqun) dalam keadan kamu sekarang ini, sehingga Allah memisahkan yang buruk (yang munafik, yang fasik, yang mendustakan dengan penuh kesombongan dan permusuhan yang sengit) dan yang baik (yang dengan penuh kesadaran menegakkan dan mengamalkan kebenaran Hak Mutlak-Nya Allah Swt). Dan Allah sekali-kali tidak akan langsung mengajarkan untuk memperlihatkan (dalam mata hati) kepada kamu mengenai Diri-Nya Yang Al-ghayb, akan tetapi Allah memilih rasul-Nya (yaitu) siapa yang dikehendaki oleh-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya, dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu kanugrahan yang besar.

•                                        (QS. Ali Imran: 179)

Rasul-Nya Allah itu dari dirimu sendiri (dari fitrahmu sendiri). Dan fitrah manusia yang telah beriman adalah Nur Muhammad. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 164 : ”Sungguh Allah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah membangkitkan utusan di tengah-tengah mereka dari diri (fitrah) mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan mereka dengan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum itu mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

                          (QS. Ali Imran: 164)

Juga dijelaskan Allah dengan firman-Nya dalam QS. At-Taubah ayat 128 dan 129 : Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang rasul dari dirimu sendiri (dari fitrahmu sendiri), berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari ajaran rasul yang datang dari fitrah jati dirimu sendiri itu), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; Laa ilaaha illa Huwa. Hanya kepadaNya-lah aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”.

                                 (QS. At-taubah : 128-129)

Para rasul yang tugas pokoknya sebagai Wasithah (La biwushulin ilaihi illa bi Wasithatin) adalah para wakilnya Junjungan Nabi Muhammad SAW. Karena wakil itu sama dengan muwakal, maka para wakilnya Junjungan Nabi Muhammad SAW oleh Allah di dalam Kitab-Nya juga disebut rasul. Dan oleh Allah juga disebut Waliyyan Mursyida. Imamun Mubin. Al-Hadi. Nadzirun. Mundzirun. Al-Wasilata. Ahlu Dzikri. Hal yang bagi kita kepastian dan keyakinan akidah terhadap mengadanya kebenaran Al-HakNya. Akan tetapi bagi yang tidak percaya, dengan sungguh-sungguh menentang. Memusuhi dengan kesombongan dan permusuhan yang sengit. Maka berhati-hatilah. Sebab sebenarnya sampai hari ini kita dengan ajaran Wasithah ini masih dalam keadaan attakiyah. Masih didabbahkan. Dimunculkan secara nyata di atas permukaan bumi milik-Nya apabila keputusan Allah telah dijatuhkan dengan menetapkan datangnya masa kehancuran alam dan kemudian hamba yang selama ini didabbahkan akan mengatakan kepada manusia bahwa datangnya masa kehancuran alam tersebut akibat mereka sudah tidak yakin lagi terhadap ayat-ayat Allah.

          • ••      (QS. An-Naml: 82)

Artinya: Dan apabila perkataan (ketentuan datangnya masa kehancuran alam untuk melenyapkan semua yang batal) telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan buat mereka (yang berimannya benar-benar ma’rifatun wa tashdiqun tetap yakin atas ayat-ayat Allah yang menjelaskan mengadanya Hak MutlakNya) dabbah dari bumi (Nya Allah) yang akan mengatakan kepada mereka (yang selamat karena tetap kokohnya keyakinan mereka terhadap mengadanya kebenaran Hak MutlakNya Allah), bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin ayat-ayat Kami.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

jangan lupa komen lagi ya brow dan kritik sarannya

MyUpload.org"
MyUpload.org"
Pasang Iklan Di Sini

Website saya nilai
Rp 2.25 JutaCP:087893680267

Flag Counter
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Coretanku - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger