Home » » Pemimpin Yang Sejati

Pemimpin Yang Sejati

Written By Unknown on Minggu, 05 Desember 2010 | Minggu, Desember 05, 2010

Pemimpin yang sejati ini yang disengaja dirasakan adalah cita-citanya hati nurani roh dan rasa. Merasakan indah dan sempurnanya Ada dan Wujud Diri-Nya Dzatullah (=Al-Ghayb) Yang Mutlak Wujud-Nya.
Terasa dekat sekali di dalam rasa hati, meliputi dan menyertai hamba-hambaNya sejagad raya.
Terasa hanya Dia satu-satuNya Dzat (yang mekipun) Al-Ghayb Yang Wujud dan Yang Ada. Selainnya, apa saja termasuk wujud jiwa raganya sama sekali tidak terasa ada.



Dan yang dimaksud murni adalah murni sebagaimana layaknya manusia biasa yang oleh karena kesadaran al-faqirnya mempunyai kehendak yang sangat kuat kepada Tuhannya. Berkehendak ditarik fadhal dan rahmat-Nya dijadikan selamat dengan rasa bahagia bertemu dengan Diri-Nya Dzatullah Al-Ghayb Yang Mutlak Wujud-Nya.
Dengan bimbingan Gurunya diajarkan bagaimana supaya selalu sabar dan tawakkal untuk dapat mencapai tingkat dan martabat rasa.
Yaitu berjuang dengan kerja kerasnya untuk dapat berbuat banyak dalam berbakti dan berkorban menjalani lakon dan pitukon guna mendidik dan melatih diri dan orang lain yang setujuan dan secita-cita dilakukan dengan ikhlas yang seikhlas-ikhlasnya karena Allah, dijalan Allah, dengan Allah, untuk Allah yang saking ikhlasnya sehingga sama sekali tidak merasa.
Beribadahnya kepada Allah benar-benar murni, sepi ing pamrih rame ing gawe. Mukhlishiina lahu ad diin.
Sungguh-sungguh dijalani dengan benar dan ikhlas. Sak dermo nglakoni.
Sama sekali tiada pamrih bangsa dunia maupun bangsa akherat.
Setiap masuknya nafas ke dalam dada hanya dengan Dia Dzatullah Al-Ghayb Yang Mulak Wujud-Nya. Allah Azza wa Jalla sendiri yang menjadikannya kesitu.

Dialah pemimpin sejati murni yang selalu mengingatkan kepada manusia betapa hebatnya penyesalan yang pasti sangat ngeri dirasakan di hari
ketika dibangkitkan.
Di hari ketika kesadaran dirinya dibangkitkan (oleh Allah Swt) adalah saat merasakan mati. Sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah: ”Dan (alangkah hebatnya) jikalau kamu mengetahui (melihat) ketika mereka terperanjat ketakutan (saat mati yang menjemputnya), maka mereka tidak bisa melepaskan diri dan mereka ditangkap dari tempat yang dekat (oleh iblis dan segenap wadyabalanya dibawa ke tempat sesat seperti mereka), dan di waktu itu mereka (berteriak dengan) kata: ’Kami beriman kepada-Nya’, bagaimanakah mereka dapat mencapai keimanan dari tempat yang jauh”.

(Jauh dari Ada dan Wujud Diri-Nya Dzatullah Yang Al-Ghayb, dekat sekali dalam rasa hati akibat jauh dari yang berhak dan sah menunjuki mengenai Diri-Nya Ilaahi Dzat Al-Ghayb Yang Mutlak Wujud-Nya ini).
Dan sesungguhnya mereka telah mengkufuri Ada dan Wujud-Nya Dzat yang nama-Nya Allah (=Al-Ghayb) yang amat sangat dekat sekali, meliputi dan menyertai. Ketika berada di dunia, mereka (hanya) menduga-duga saja mengenai (Ada dan Wujud-Nya Dzatullah Yang) Al-Ghayb dari tempat yang jauh.
Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini (untuk dapat kembali ke dunia lagi guna menebus kesalahannya) sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa dahulu. Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) dalam keraguan yang mendalam. (Ragu atas mengadanya hamba yang ditugasi Guru sebelumnya atas izin dan kehendak Allah untuk secara hak dan sah menunjuki mengenai Ada dan Wujud Diri-Nya Ilaahi Dzat Yang Al-Ghayb Mutlak Wujud-Nya dan dekat sekali di dalam rasa hati). (QS.Saba`[34]: 51-54).

Dan bahkan ketika masih berada di dunia apabila di katakan kepada mereka: “marilah bertaqwa kepada Allah sesuai dengan petunjuk-Nya”, dalam firman-Nya Allah menjelaskan bahwa yang bangkit atas mereka adalah kesombongan. (QS. Al Baqarah [2]: 206).

Taqwallah berdasar petunjuk Azza wa Jalla di dalam firman-Nya QS. Al Baqarah [2] ayat 3 adalah alladziina yu’minuuna bi al-Ghaybi.
Al-Ghayb adalah Diri-Nya Ilaahi. Dzatullah. Satu-satuNya Yang Ghayb jelas wajib Wujud-Nya. Jelas dekat sekali. Jelas selalu meliputi dan menyertai hamba-hambaNya dan jelas mudah diingat-ingat dan dihayati dalam rasa hati.
Dan untuk dapat mengenal dan mengetahui Ada dan Wujud Diri-Nya
Dzatullah Yang Al-Ghayb mutlak Wujud-Nya, agar mudah diingat-ingat dan dihayati di dalam rasa hati ini harus memenuhi perintah Allah bertanya atau meminta petunjuk kepada ahlinya. Yakni ahli dzikir. Dan hal seperti inilah yang sangat seru ditentang oleh iblis yang bekerja sama dengan nafsu dan watak akunya manusia.

Penjelasan Allah dalam firmanNya (QS. Al Baqarah [2]: 211): ”bahwa barang siapa yang menukar nikmat Allah setelah datang nikmat itu kepadanya, diancam dengan siksaNya yang sangat keras”.

Nikmatnya iman yang seharusnya (berdasar petunjuk Allah) ma’rifatun wa tashdiqun agar sewaktu-waktu mati merasakan bahagianya mati selamat kembali kepada Diri-Nya Ilaahi Dzat Al-Ghayb yang dekat sekali. Dijadikan mengerti dengan maksud firman Allah: wattabi’ sabiila man anaaba ilaiyya (QS. Lukman 15) dan dijadikan mengerti maksud sabda Junjungan Nabi Muhammad SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim: ”man maata wa lam ya’rif imamu zamanihi maitatahu maitatan jahiliyatan walau shalla walau hajja”.

Nikmat Allah tentang makna hidup yang hakiki sejati murni seperti itu ternyata memang ditukar. Sebagaimana maksud firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2]: 212, ditukar dengan indahnya memandang kehidupan dunia. Hakekat dunia adalah nafsunya manusia. Dan wujud nafsu manusia adalah jiwa raganya dan watak akunya yang melebihi batas karena memandang dirinya serba cukup. Peringatan Allah bahwa hal itu (wujudnya jiwaraga yang adalah wujudnya nafsu manusia dan watak akunya) dicipta Allah dari setetes mani tetapi ternyata tiba-tiba hanya menjadi penentang (Allah) yang terang-terangan, sama sekali tidak pernah laku.
Bahkan mereka memandang hina kepada orang-orang yang imannya benar-benar berdasar petunjuk Allah: ma’rifatun wa tashdiqun, dipandang hina. Hingga mengadulah utusan Allah: ”Yaa Rabbi sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sesuatu yang tidak diacuhkan”. (QS. Al-Furqan [25]: 30).

Karena itulah maka menjadi nyata bahwa kemajuan nalar di akhir jaman ini telah membawanya menjadi sosok makhluk yang angkuh dan merasa superior atas mengada-Nya Dzatullah Al-Ghayb Yang mutlak Wujud-Nya (yang apabila tanpa dengan-Nya, hamba Allah semua saja, bernafas pun tidak). Sungguh-sungguh faqir (tidak ada apa-apanya). Manusia demikian semakin liar guna memenuhi kepentingan dan kebutuhan nafsu dan watak akunya.
Petunjuk dan perintah serta amanat Allah yang tidak cocok dengan kepentingan nafsu dan watak akunya tidak hanya diabaikan, bahkan ditentang dengan penuh kesombongan. Larangan-laranganNya, bahkan larangan yang paling mendasar supaya tidak mensekutukan Allah dengan apapun, justru ini yang malah ramai-ramai dijadikan pesta pora.

MASIH ADA HARAPAN YANG DIJANJIKAN

Harapan itu apabila orang-orang yang telah beriman (yang imannya secara benar ma’rifatun wa tashdiqun). Menyadari bahwa telah datang waktunya untuk tunduk hati guna menzikiri (mengingat-ingat dan menghayati Ada dan Wujud Diri-Nya Dzat Al-Ghayb Yang Allah nama-Nya) dan kepada kebenaran mengada-Nya Al-Haqq yang telah turun. Sekali-kali tidak berbuat seperti mereka yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab. Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik. (Maksud firman Allah dalam QS. Al-Hadid [57]: 16)

Orang-orang yang tunduk hati untuk menzikiri Ada dan Wujud Diri-Nya Ilaahi Dzat Al-Ghayb yang dekat sekali serta tunduk hati kepada menga-danya kebenaran Al-Haqq yang telah turun adalah mereka sebagaimana yang dimaksud dalam firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2] ayat 207, yaitu hamba Allah yang rela hati mengorbankan dirinya (=mengorbankan kepentingan nafsu dan watak akunya) demi memperoleh keridhaan Allah (dicintai oleh Allah). Mereka inilah yang akan selalu disantuni dengan belas kasih Allah.

Harapan yang menampakkan secara nyata maksud firman Allah: Wa qul ja’a al Haqqu wazahaqa al bathil, inna al bathila kaana zahuqa. (QS. Al-Israa' [17]: 81).
Harapan bagi yang rela mengorbankan nafsu dan watak akunya untuk berlapang dada memenuhi maksud perintah Junjungan Nabi SAW : Qulil Haqqa walau kaana murron.
Demikian itulah hamba yang dirahmati Allah dengan ilmu-Nya yang menjadikan (hakekat) wajahnya putih berser. Dijadikan mengerti terhadap nur cahya putih wujud ingsun, ya ingsun arep nyatakaken sejatine Huw-Huw-Huw.
Merekalah yang dimaksud Allah dengan firman-Nya (QS. Ali Imran [3]: 107): ”Adapun orang-orang yang putih berseri wajahnya, mereka berada
dalam rahmat Allah; mereka kekal didalamnya”.
Yang putih berseri adalah fitrah jati dirinya (benih gaib sucinya manusia) yang dicipta Allah dari Fitrah-Nya (Kesucian-Nya Dzatullah Yang Al-Ghayb). Oleh karena itu tujuan utamanya tidak ada lain kecuali membuktikan kembali kepada Diri-Nya Ilaahi.

Apabila tidak dijadikan demikian maka yang berlaku atas manusia adalah sebagaimana maksud firman Allah dalam QS. Al A’raf [7]: 179 dan QS. Huud [11]: 119 yang arti dan maksudnya sebagai berikut:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (hingga seyakin-yakinnya meyakini bahwa di dalam hatinurani yang paling dalam ada fitrah jatidirinya yang dicipta Allah dari Fitrah-Nya) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda nyata Ada dan Wujud-Nya Dzatullah), dan mereka mem-punyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (menga-danya ahli dzikir yang mengajarkan ilmu dan laku supaya selamat kembali kepada Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A'raf [7]: 179).
Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan; sesungguhnya Aku akan memenuhi jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (QS. Huud [11]: 119).

Seruan dan ajaran pemimpin yang sejati murni ini sama sekali tidak laku bagi mereka yang hati nurani roh dan rasanya dikubur oleh kepentingan, kebutuhan, tujuan dan cita-citanya nafsu manusia dan watak akunya.
Karena itu bagi yang terpanggil belum tentu terpilih. Yang terpilih belum tentu setia lahir dan batin.
Kecuali yang dirahmati Allah. Yakni mereka yang niat hidupnya semata-mata untuk hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya (=nderek Guru yang hak dan sah). Tidak ada jemu-jemunya belajar hingga memahami dan meyakini wasiat Wasithah bahwa seberat-berat menjalani Dawuh Guru masih lebih berat apabila tidak menjalani, serta doa yang menjadikannya selalu ngumawula kepada Allah Azza wa Jalla (=membuktikan rasa syukurnya kepada Allah Swt).

Pondok Sufi, akhir Pebruari 2008
al-faqir yang ditugasi,




MUHAMMAD MUNAWWAR AFANDI


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

jangan lupa komen lagi ya brow dan kritik sarannya

MyUpload.org"
MyUpload.org"
Pasang Iklan Di Sini

Website saya nilai
Rp 2.25 JutaCP:087893680267

Flag Counter
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Coretanku - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger