Home » » Mengamalkan Lailatu Al-qodr

Mengamalkan Lailatu Al-qodr

Written By Unknown on Senin, 06 Desember 2010 | Senin, Desember 06, 2010

Pengantar tulisan tentang mereka yang memperoleh dan yang mengamalkan lailatu al-qadr ini dimaksudkan agar warga jamaah Lil-Muqorrobin secara benar memahami kebenaran ajaran Wasithah. Supaya diterapkan ajaran Wasithah itu dengan benar dan ikhlas. Supaya tidak terjerumus kepada perbuatan fasik karena masih sangat mudah diperdaya oleh nafsu dan watak akunya.

Sumpah dan janji di hadapan Wasithah adalah semangatnya rasa jiwa hamba yang mencintai Tuhannya. Dan yang memperoleh izin (dari Allah) memahami maksud menerima lailatu al-qadr lalu dengan sungguh-sungguh mengamalkan, adalah hamba yang disucikan oleh Allah.



Karena itu dijelaskan :

1. Beruntung dan berbahagialah orang yang mensucikan dirinya dari kotoran-kotoran penyakit hati. Dan celakalah orang yang merasa suci (lalu semuci) karena diperbudak oleh wataknya nafsu, tergelincir ke lembah gelapnya kefasikan.

2. Belajar dan terus belajar bagaimana mengetrapkan Dawuh Guru (ajaran Wasithah) adalah sebuah keharusan bagi mereka yang benar-benar sadar sebagai murid.

3. Hindari cipta angan-angan yang menjadikan hati nurani, roh, dan rasa terbengkelai dalam kegelapan.

4. Dengan sesama murid (menyiapkan diri menjadi orang yang berkehendak bertemu Tuhan), bersatu padulah menjadi ”Bala Sirrullah”.

Siapa saja tidak berusaha dengan sebaik-baiknya memenuhi semua ini, dimungkinkan menerima vonis: ”suka kula pepisahan ing ndalem durakane”. Sama artinya menjadikan hakekat halal bihalal yang maknanya fitrah dengan fitrah, bersih dengan bersih, kosong (tidak ada sama sekali res-res) dengan kosong, hanya menjadi kemunafikan.

Semoga kita semua selalu memperoleh berberan, sawab, dan berkah pangestunya Wasithah. Amin.

Tanjung, 19 September 2009

Imam Gerakan Jamaah Lil-Muqorrobin,

KH. MUHAMMAD MUNAWWAR AFANDI



MEREKA YANG MEMPEROLEH DAN YANG MENGAMALKAN LAILATU AL-QADR



                       •               

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Nur Muhammad) pada malam kemuliaan.

Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan al Ruh dengan izin Tuhannya mengatur segala urusan. Malam itu (Allah menyampaikan) salam sejahtera sampai terbitnya fajar.

Malam adalah gelap. Gambaran manusia yang hidupnya digelapkan oleh kepentingan-kepentingan nafsu dan watak akunya. Diberi kesempatan sekali saja di ujian dunia, yang sangat sebentar sekali dijalani 1), ternyata sama sekali tidak berkehendak bertemu dengan Kami karena lebih mengutamakan kesenangan kehidupan dunia dan merasa cukup dengan kehidupan dunia, maka Kami tetapkan menjadi ahli neraka dan Kami biarkan hidupnya bergelimang dengan kesesatannya. 2) Karena itu mereka sama sekali tidak mengetahui Al Haq (mengada-Nya Dzat Yang Maha Benar), itulah sebabnya mereka berpaling. 3)

Malam tersebut juga berarti bagi mereka yang pada ujung-ujung malam bangun beristighfar, bersalawat lalu melakukan qiyamu al lail khusus bagi mereka yang dimuliakan Allah (ditetapkan bakat menjadi kekasih-Nya karena telah memperoleh izin dari Guru yang hak dan sah mengenai mengadanya Nur Muhammad). Malam riyalat, riyadhah dan mujahadah. Lebih baik dari seribu bulan apabila dimengertikan (oleh Allah) maksud diturunkannya para malaikat-Nya dan al Ruh, dengan izin-Nya.

Di sela-sela kehidupan manusia yang hidupnya habis digelapkan oleh kepentingan-kepentingan nafsu dan watak akunya. Hidupnya habis diperbudak nafsu dan watak akunya, ada hamba Allah yang dimuliakan dengan memperoleh Nur-Nya. Yakni Nur Muhammad. Dengan izin-Nya memperoleh Ilmu mengenal dan mengetahui Cahaya Terpuji-Nya Dzatullah yang Mutlak Wujud-Nya. Yang Cahaya Terpuji-Nya dengan Dzat-Nya, kekal menyatu bagaikan kertas dan putihnya. Atau bagaikan sifat dan mausufnya. Atau bagaikan samudra dan ombaknya.

Maka berimanlah kamu kepada Allah dan kepada rasul-Nya dan kepada Nur (Nur Muhammad) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 4)

Mengamalkannya

Bagi yang telah memperoleh izin (dari Allah) menerima Ilmu Nubuwah, ilmu yang menghadirkan (dengan cara bisikan) oleh yang berhak dan sah menunjuki mengenai Nur Muhammad = Wajhullah = Tauhid = al Ghayb di dalam rasa hati agar selalu diingat-ingat dan dihayati dan dijadikan tujuan tempat kembali, harus berusaha dengan sungguh-sungguh mengikuti jejak para malaikat-Nya Allah. Yakni sujud (= menghormati dan bahkan memberlakukan diri kal mayyiti dihadapan wakil-Nya Allah yang ada di bumi. Wakil-Nya Allah yang dikehendaki dengan petunjuk dan izin-Nya Allah agar Diri-Nya Yang Al Ghayb dan Mutlak Wujud-Nya itu seyakinnya dikenali dan diketahui hingga dengan sangat mudah selalu diingat-ingat dan dihayati di dalam rasa hati.

Wakil-Nya Allah di bumi yang pertama kali dengan tugas dan kewajiban seperti itu adalah Nabi Adam As. Akibat dari tidak mengikuti jejak para malaikat-Nya Allah, dengan sendirinya akan menjadi pengikut iblis yang menjadi pemimpinnya. Hal di atas dengan jelas difirmankan Allah dalam QS. Al Kahfi ayat 50. 5)

Ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah golongan dari jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain dari pada Aku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Diri-Ku) bagi orang-orang yang zalim.

Mengikuti jejak para malaikat-Nya Allah sama artinya dengan berfungsinya hati nurani yang dibuat Allah dari cahaya-Nya. Sama dengan para malaikat yang dibuat juga dari cahaya. Hati nurani yang letaknya tepat ditengah-tengah dada, tandanya deg-deg, wujud lembut dibangsakan Al Ghayb karena sama-sama tidak bisa dilihat oleh mata kepala. Tetapi bukan Diri-Nya Dzatullah Yang Al Ghayb.

Perbuatan hati nurani ini selalu mengajak kepada yang baik. Perbuatan yang sejalan dengan kehendak Allah dan rasul-Nya. Yakni berjalan menuju kepada-Nya sehingga sampai dengan selamat. Sifatnya selalu mengetahui Ada dan Wujud-Nya Dzat Al Ghayb, Allah nama-Nya, Mutlak Wujud-Nya. Dekat sekali di dalam rasa hati. Karena itu sangat mudah dan sangat indah selalu diingat-ingat dan dihayati. Dzatnya hati nurani selalu muqabilatun ilallah. Senantiasa kumadep kepada Allah. Selalu siap sedia melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya meskipun kata nafsunya berat.

Di malam lailatu al qadr dengan izin Allah, menurunkan ruh. Yakni Ruh Ilaahi. Maksudnya mereka yang telah memperoleh izin menerima ilmu Nubuwah, karena ketekunan dan kesungguhannya menyadari bahwa ruh yang ada di dalam dirinya adalah ruh-Nya Ilaahi. Menyadari dan mengetahui bahwa dirinya (wujud jiwa raganya) oleh Allah diciptakan dari sesuatu yang hina. Sari pati air yang hina. Menjadi berharga, berpendengaran, berpenglihatan, berhati yang dijadikan bisa mengerti bahwa jiwa raganya yang ada nafasnya, ada daya dan kekuatannya, karena jasad yang dicipta Allah dari sesuatu yang hina itu ditiupkan ke dalamnya ruh-Nya. (Maksud QS. As Sajadah 8,9). 6)

Itu sebabnya mengapa ruh mempunyai kewajiban ngambah hakekat. Yakni belajar mengerti dan menyadari bahwa sesungguhnya Yang Bisa, yang Kuat, yang Pemilik segala, yang Eksis, yang Obah Osik bahkan Yang Wujud dan Yang Ada hanyalah Diri-Nya Ilaahi. Karena itu mengerjakan apapun dalam kerangka ibadah kepada Allah, dalam kerangka memenuhi perintah dan petunjuknya Guru Wasithah, aktif, dinamis, dan kreatif, tetapi sama sekali tidak akan berani ngaku.

Hal demikian semata-mata karena izin dari Allah, supaya mengatur segala urusan. Sehingga semua urusan yang dikerjakan selalu berada di dalam ridha-Nya Allah dan maghfirah-Nya. Mereka yang seperti inilah yang oleh Allah diucapkan salam sejahtera hingga terbitnya fajar. Terbitnya fajar membuktikan mati selamat yang dengan rasa bahagia bertemu dan kembali kepada Diri-Nya Ilaahi.

Dan apabila diberikan usia cukup panjang, terbitnya fajar adalah gumelarnya cita-citanya Guru Wasithah. Dan terbitnya fajar dijadikan (oleh Allah) mempunyai hati nurani, roh dan rasa yang terang dan padang di dalam mencintai Ada dan Wujud-Nya Dzat Al Ghayb Yang Mutlak Wujud-Nya. Sehingga hanya Dia yang selalu diingat-ingat dan dihayati di dalam rasa hati.

Oleh karena itu pandai-pandailah bersyukur kehadirat Allah Azza wa Jalla karena dimengertikan (oleh Allah) mengenai hakekat lailatu al qadr. Ungkapan syukur tersebut sebagaimana petunjuk di dalam sujud syukur. Sebab apabila tidak demikian, sama artinya dengan mengingkari. Maka azab Allah-lah yang pasti diterima.

Semoga kita semua selalu berada di dalam kehendak Allah dan petunjuk-Nya. Amien



Pondok Sufi, Tanjung, akhir Ramadhan, 20 September 2009.

Imam Gerakan Jamaah Lil-Muqorrobin,

KH MUHAMMAD MUNAWWAR AFANDI
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

jangan lupa komen lagi ya brow dan kritik sarannya

MyUpload.org"
MyUpload.org"
Pasang Iklan Di Sini

Website saya nilai
Rp 2.25 JutaCP:087893680267

Flag Counter
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Coretanku - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger